Mendaki Gunung Marapi, Sumbar 2891 mdpl

Dari dulu gak pernah terpikirkan dengan yang namanya mendaki gunung. Bisa dibilang karna saya cukup tahu diri dengan postur saya yang sebagian tubuhnya agak di atas rata-rata (sebut saja bagian perut ^^). Tapi saya sering berpendapat akan ada kali pertama dalam segala sesuatu, termasuk mendaki gunung. Bermula dari sehabis badminton dan seorang lawan tanding ngajak naik gunung dengan biaya hanya 300ribu. Dengan hanya berbekal pernah naik bukit di belakang asrama SMA dulu, jadilah week end 2 minggu berikutnya saya ada di Koto Baru tempat posko naik ke Gunung Marapi, 10 menit dari Bukittinggi.

Secara fisik, saya merasa sedang kondisi paling fit. Cukup merasa pede karena selama 2 minggu persiapan selalu treadmill dan angkat beban di sore hari (em..angkat bebannya sedikit boong). Secara perlengkapan, yah..seadanya. Maksud saya benar-benar seadanya : ransel pinjam, senter satpam yang segede handling tangan isi batre AAA dan beli dari Ind*m*ret, sepatu seadanya yang buat jogging, obatan (tolak angin wajib biar pintar) dan baju ganti. Gak mengenal sleeping bag, apalagi matras. Segunung bakal tahu kalau saya seorang pendaki pemula.

Tapi, seperti kata seorang karib, travel is not about where, but who u travel with. Jadi dari Pekanbaru, saya bersepuluh dengan teman sekantor dan cukup beruntung ketemu 4 orang anak mahasiswa penggila gunung yang sama2 mau naik dan sampai selanjutnya akan jadi teman kami mendaki. Bahka nama contact mereka saya bubuhi ‘gunung’ di phone number ^^.

Setiap kelompok pendaki harus melapor ke posko dan parkir kendaraan yang walaupun cukup luas, tetap keliatan penuh dengan motor. Untuk naik dipungut biaya Rp.5.000 per orang. Kami berangkat sekitar jam 3 sore dengan iming2 bahwa katanya waktu menaki sekitar 4-5 jam...oke..itu katanya. Pada akhirnya...haha...kita lihat nanti ya, lanjut dlu tracknya.

Stage pertama adalah dari posko tower ke Pos BKSDA. Diawali dengan jalan yang sudah disemen dengan pemandangan sawah dan kebun masyarakat di kiri kanan, dan setengah jam berikutnya memasuki jalanan tanah. Hampir sampai pos pertama, saya dan teman pemula lainnya istirahat sebentar secara dramatis. Iya..dramatis karena sebagai pemula, sampai sini saja sudah berat sekali. Latihan fisik yang saya rasa sangat mendukung serasa gak berguna. Nafas sampai tersengal, badan sampai kepala basah keringatan, betis dan lutut udah lelah membuat saya langsung melepas carrier dan menjatuhkan badan ke tanah. Kabar buruknya...itu baru 1 jam perjalanan dan baru pos 1 yang bahkan belum masuk mulut hutan. Haha..sempat terucap untuk pulang saja dan ampun DJ ^^.

Setelah istirahat dramatis, kami lanjut dan melewati pos BKSDA yang ramai dengan pendaki yang mendirikan tenda dan berbincang di rumah pangggung. Untung tidak istirahat disitu, bisa kalah malu karena capek minta ampun ^^. Setelah saling menyapa, kami lanjut masuk ke jalan setapak dan mulai memasuki hutan sampai batas vegetasi tempat kami mendirikan tenda.

Dari yang diiming2kan hanya sekitar 4-5 jam mendaki, yang terjadi adalah kami naik dari jam 15.30 sore dan sampai di tempat berkemah jam 00.30 dini hari : 9 jam perjalanan. Memang kami para pemula ini benar2 kena zonk dan ditipu oleh anak2 gunung itu. Sering disepanjang jalan diestimasi 15 menit lagi sampai pos selanjutnya, namun pos yang dibayangkan tidak sampai2 juga. Setelah ditanya lagi mana posnya, eh..katanya sudah lewat. Haha... memang terkecoh tapi menjadi penambah semangat.

Medan daki yang harus dilewati cukup variatif. Dari awal memasuki jalan setapak dan menemukan sumber mata air tempat kita harus sebanyak mungkin membawa air, karena mata air selanjutnya ada di tempat berkemah, cukup jauh. Kemudian melewati jembatan di atas sungai, dan masuk hutan hujan tropis. Akar dari pohon besar cukup berperan untuk memudahkan jalan naik. Topografinya cukup variatif, tidak selalu naik dan mendaki, namun cukup banyak ditemukan space datar untuk rest area. Pendakian Gunung Marapi ini memang cukup ramai dan terkenal karena dikelola baik oleh masyarakat setempat. Kalau 17 Agustus atau Malam Tahun Baru, masyarakat sekitar bercerita akan sangat ramai pendaki hingga 5000an orang sampai2 mereka mengantri untuk mendaki. Luar biasa...

Tiba di Batu Cadas kami mendirikian 2 tenda. Sekarang saya bisa ngajarin orang lain gimana cara mendirikan tenda ^^. Kami beristirahat untuk selanjutnya naik puncak jam 03.30. Dengan badan dan energi yang sudah dikuras selama 9 jam, waktu istirahat selama 3 jam pun tidak dapat digunakan. Udara cukup ekstrim dingin, dan dikabarkan bahwa di puncak sedang badai. Tenda yang saya kira akan membawa kehangatan pun sepertinya gagal total, karena tidak ada matras dan tanahnya sangat-sangat dingin. Jaket sedikit basah, kaos kaki, sarung tangan dan topi kupluk yang saya rasa sudah full cover tidak bisa untuk melawan dinginnya udara. Kantuk pun hilang dan kami ramai2 kumpul di api unggun seadanya.

Pukul 03.30 kami berkemas dan membersihkan areal untuk persiapan naik. Masih dengan badan letih dan kedua paha pegal, kami melanjutkan perjalanan sedikit demi sedikit bersama pendaki2 lainnya. Jalur daki tetap naik menanjak namun dengan vegetasi tanaman yang berbeda. Untuk sampai puncak, pendaki harus melewati kawasan Batu Cadas dengan beberapa spot harus memanjat dengan kemiringan lebih dari 60 derajat. Mendaki kali ini semakin berat karena kami membawa semua carrier dan bebatuan banyak yang tidak stabil.

Langit mulai kelihatan berwarna, pertanda sang matahari akan segera datang. Semangat pun semakin berkobar dan berkata sedikit lagi...sedikit lagi di dalam setiap langkah kaki. Saling menunggu dan saling memperhatikan teman mendaki pun harus diperhatikan, menyemangati satu sama lain. Dan akhirnya sekitar 06.00 kami sampai di dataran puncak Gunung Merapi disambut oleh teriakan semangat pasti bisa dari teman lainnya yang sampai dulu di puncak.

Gunung Merapi dengan ketinggian 2891 mdpl...akhirnya kami taklukan. Teriakan girang dan haru kami lepaskan segera setelah melepas beban carrier. Dinginnya udara dan angin sudah seperti teman karib dan disambut hangat mentari bersinar. Saya memandang ke bawah dan melihat titik ini begitu jauh dari lembah, kami bahkan ada di atas awan. Di seberang terlihat Gunung Singgalang dan Gunung Tandikek menyapa dan dihiasi oleh awan2 tebal di sekitarnya.

Dari tempat itu, butuh waktu sekitar setengah jam untuk ke Puncak Merpati, puncak tertinggi di Gunung Merapi. Dengan diimingi pemandangan taman edelweis, saya niatkan lanjut berjalan dan mendapat pemandangan yang lebih indah lagi dengan hamparan edelweis dan disandingkan dengan selimut awan. Mata saya dimanjakan oleh keindahan Indonesia ini.

Setelah puas menikmati puncak Merapi, jam 11.00 kami berjalan turun, dan sepanjang turun Batu Cadas saya terheran2 dan bersyukur membayangkan bagaimana saya bisa mendaki jalur setinggi, seberbahaya dan sesulit ini. Apa yang dibilang orang, meski waktu turun akan lebih cepat, tapi akan lebih menantang adalah benar. Saya sering sekali beristirahat karena kedua lutut benar2 habis diserang melawan berat badan dan gravitasi. Perlu waktu 5 jam hingga 16.00 kami bisa sampai di posko tower. Energi habis namun hati sangat senang.

Mendaki gunung adalah hal baru bagi saya. Dari dulu saya adalah seorang beach sunrise catcher, dengan modal duduk di kendaraan menuju ke lokasi pantai. Mendaki adalah persoalan lain, sangat tidak mengenakkan, sangat menyiksa dan push to the limit. Tapi entah bagaimana, saya mau lagi. Saya mau lagi merasakan papasan dengan sesama pendaki lain yang saling menyapa, saling menawarkan minum dan senyuman, menyemangati diri sendiri sambil berkata NO WAY BACK, kamu sudah sejauh ini dan dihadiahi indahnya pemandangan Indonesia dari puncak. Saya mau lagi merasakan sensasi minum teh panas di puncak gunung sambil memandang ke bawah, angin yang menampar muka dan  matahari yang menghangatkan.